BAB I
PENDAHULUAN
Bangsa
Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada
dasarnyaadalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius. Dalam
kaitannya pembentukanmasyarakat madani di Indonesia, maka warga negara
Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas,
demokratis, dan religius dengan bercirikan imtak, kritis argumentatif, dan
kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan,menerima
semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab,
memilih calon pemimpin secara jujur-adil, menyikapi mass media secara kritis
dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara profesionalis,berani
dan mampu menjadi saksi, memiliki pengertian kesejagatan, mampu dan mau silih
asah-asih-asuh antara sejawat, memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal
cita-cita Indonesia di masa mendatang dansebagainya.
Berdasarkan
uraian di atas pemakalah akan membahas tentang masyarakat madani secara lebih
rinci lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
MASYARAKAT MADANI
A.
Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau
pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan
istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish
Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep
dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah
dianggap sebagai legitimasi historis ketidak
bersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat
muslim modern.
Makna Civil
Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil
society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero
adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam
filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara
(state). Secara historis, istilah
civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan
Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang
mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja
(Larry Diamond, 2003: 278).
Antara
Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,
masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di
luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu
membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran
atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan
sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Konsepsi
menurut Madjid seperti yang dikutip Mahasin (1995), pada awalnya lebih merujuk
pada dunia Islam yang ditunjukan oleh masyarakat kota Arab. Sebaliknya, lawan
dari kata atau istilah masyarakat nonmadani adalah kaum pengembara, badawah,
yang masih membawa citranya yang kasar, berwawasan pengetahuan yang
sempit, masyarakat puritan, tradisional penuh mitos dan takhayul, banyak memainkan
kekuasaan dan kekuatan, sering dan suka menindas, serta sifat-sifat
negatif lainnya. Gellner (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani akan
terwujud ketika terjaditatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari
eksploitasi dan penindasan. Pendek kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu
komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dankekuasaan. Kebenaran dan
kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota masyarakatmadani tidak bisa
ditekan, ditakut-takuti, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan
daridemokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat
madani padahakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi,
dan perjuanganmelawan kazaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama
masyarakat madani.Sementara itu, Seligman (Mun’im, 1994) mendefinisikan istilah
civil society sebagai seperangkat
gagasan etis yang mengejewantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang
paling penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan
berbagai konflik kepentingan antar individu, masyarakat dan
negara.
Sedangkan civil
society menurut Havel (Hikam, 1994) ialah rakyat sebagai warga negara yang
mampu belajar tentang aturan-aturan main melaluidialog demokratis dan
penciptaan bersama batang tubuh politik partisipatoris yang murni. Gerakan
penguatan civil society merupakan
gerakan untuk merekonstruksi ikatansolidaritas dalam masyarakat yang telah
hancur akibat kekuasaan monolitik.
Perbedaan lain antara civil society
dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan
modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang
meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh
karena meninggalkan Tuhan.
Sedangkan masyarakat madani lahir
dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif
mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka,
egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang
bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat
madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering
diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari
masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani
sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which
takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller
(1997).
B. Pengertian Masyarakat Madani
Istilah
masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam
filsafat politiknya dengan istilah societies
civilis yang identik dengan negara. Dalam perkembangannya istilah civil society dipahami sebagai organisasi-organisasi
masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirianyang tinggi
berhadapan dengan negara serta keterikatan dengan nilai-nilai atau norma hukum yang
dipatuhi masyarakat. Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat
madani yang padadasarnya adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan
agamis/religius.
Masyarakat
madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT
memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’
ayat 15:
Artinya: Sesungguhnya
bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua
buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang
Maha Pengampun”.
Ungkapan
lisan dan tulisan tentang masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini,
seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia. Proses ini ditandai
denganmunculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti Orde Baru, yang berusaha
mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi tatanan masyarakat
yangmadani. Tokoh-tokoh seperti Nurcholis Majid, Nurhidayat Wahid, Abdulrahman
Wahid, A.S.Hakim, Azyumardi Azra dan lain-lain, banyak mengemukakan tentang
tatanan masyarakat madani, setelah istilah dan konsep diperkenalkan oleh Datuk
Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu
masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi,
berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten, memiliki
perbandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui
emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat
yangdemokratis. Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bisa
dipisahkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan,
adat istiadat, pandangan hidup, kebiasaan, rasa sepenanggungan, cita-cita dan
hasrat bersama sebagai warga dan sebagai bangsa, tidak mungkin lepas dari
lingkungan serta sejarahnya.
C.
Ciri-Ciri
Masyarakat Madani
Masyarakat
madani merupakan konsep yang memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan
makna yang berbeda-beda. Ciri-ciri dari masyarakat madani seperti yang
diungkapkan oleh: Bahmuller (1997) ada beberapa karakter atau ciri-ciri
masyarakat madani, diantaranya sebagai berikut:
1.
Terintegritasnya individu-individu dan
kelompok-kelompok eksklusif ke dalammasyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
2.
Menyebarkan kekuasaan, sehingga
kepentingan-kepentingan yang mendominasidalam masyarakat dapat dikurangi oleh
kekuatan-kekuatan alternatif.
3.
Dilengkapinya program-program
pembangunan yang didomisani oleh Negara dengan program-program pembangunan yang
berbasis masyarakat.
4.
Terjembataninya kepentingan-kepentingan
individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5.
Tumbuh kembangnya kreaticitas yang pada
mulanya terhambat oleh rezim-rezimtotaliter.
6.
Meluasnya kesetiaan (loyality) dan kepercayaan (trust), sehingga individu-individu mengakui
keterlibatan dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7.
Adanya pembebasan masyarakat melelui
kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Dari
berbagai ciri tersebut, dapat dikatan
bahwa masyarakat madania dalah sebuah masyarakat demokratis, dimana para
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Dalam hal ini, pemerintahannya
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk
mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang terbentuk begitu saja. Masyarakat
madani adalah konsep yang dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan
memerlukan perjuangan yang terus-menerus. Apabila kita kaji masyarakat di negara-negara
maju yang sudah dikatakan sebagai masyarkat madani seperti berikut
a.
Terpenuhinya kebutuhan dasar individu,
keluarga, kelompok dalam masyarakat.
b.
Berkembangnya modal manusia (human capital) yang kondusif bagi
terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya
kepercayaandan telasi sosial antar kelompok.
c.
Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai
bidang pembangunan dengan kata lainterbuka akses terhadap berbagai pelayanan
sosial.
d.
Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan
bagi masyarakat serta lembaga-lembagaswadaya untuk terlibat dalam berbagai
forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kewajiban publik dapat
dikembangkan.
e.
Adanya kohesifitas (keterpaduan) antar
kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan
antar budaya dan kepercayaan.
f.
Terselenggaranya sistem pemerintahan
yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif
dan berkeadilan sosial.
g.
Adanya jaminan, kepastian, dan
kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan
terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka, dan
terpercaya.
D.
Karakteristik
Masyarakat Madani
1.
Free
public sphere
(ruang
publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap
kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secaramerdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan
informasikan kepada publik.
2.
Demokratisasi, yaitu proses untuk
menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang
demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota
masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta
kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain danmenerima perlakuan
demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujudmelalui penegakkan
pilar-pilar demokrasi yang meliputi:
a. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM)
b. Pers
yang bebas
c. Supremasi
hokum
d. Perguruan
Tinggi
e. Partai
politik.
3.
Toleransi,
yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan
sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati
pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.
Pluralisme,
yaitu
sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan
sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari
Tuhan Yang Maha Kuasa.
5.
Keadilan sosial (sosial justice), yaitu keseimbangan dan pembagian
yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu
terhadap lingkungannya.
6.
Partisipasi sosial, yaitu partisipasi
masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun
intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan
kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7.
Supremasi hokum, yaitu upaya untuk
memberikan jaminan terciptanya keadilan.Keadilan harus diposisikan secara netral,
artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa
kecuali.Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di
Indonesia diantaranya:
a. Kualitas
SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
b. Masih
rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c. Kondisi
ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d. Tingginya
angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
e. Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f. Kondisi
sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Oleh
karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan jaman, pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara
lain melalui peranannya sebagai berikut:
1.
Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya
peningkatan pendapatan dan pendidikan.
2.
Sebagai advokasi bagi masyarakat yang
“teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka
(masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruhyang digaji atau di PHK
secara sepihak dan lain-lain).
3.
Sebagai kontrol terhadap Negara.
4.
Menjadi kelompok kepentingan (interest
group) atau kelompok penekan (pressuregroup).
Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang
yang terletak antara negaradi satu pihak dan masyarakat di
pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat
yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di
antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan
bisnis, rukun warga, rukun tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya. Menurut
Srijanti et. all. (2007) karakteristik masyarakat madani antara lain:
1.
Diakui semangat pluralisme. Artinya
pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yangtidak dapat diletakkan,
sehingga mau tidak mau pluralitas telah menjadi suatu kaidah yangabadi.
2.
Tingginya sikap toleransi. Baik terhadap
saudara sesama agama maupun terhadap umatagama lain. Secara sederhana toleransi
dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar, dan menghargai pendapat dan
pendirian orang lain.
3.
Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi
bukan sekadar kebebasan dan persaingan, demokrasi adalah suatu pilihan
bersama-sama membangun, dan memperjuangkan perikehidupan warga dan
masyarakat yang semakin sejahtera.
E. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam
sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi
pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang
kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan
kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan
terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu
Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Kualitas SDM Umat Islam, dalam Q.S. Ali Imran ayat 11,
artinya: “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan
bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang
Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan
kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud
dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
Posisi Umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan
kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang
politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu
menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih
dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan
peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum
Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai
Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
Masyarakat
madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan kepada Tuhan yang tinggi,
hidup berdasarkan sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, mengamalkan
nilai hidup modern dan progresif, mengamalkan nilai kewarganegaraan,
akhlak dan moral yang baik, mempunyai pengaruh yang luas dalam proses
membuat keputusan, dan menentukan nasib masa depanyang baik melalui kegiatan
sosial, dan lembaga masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya
kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat
suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan
diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam
kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa
kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II
ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat
haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah
kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa
yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan
suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat
pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus
melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia.
Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan
masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang
dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun
agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita
berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan
spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Mansur, Hamdan. 2004. Materi
Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI: Jakarta.
Subkhan
Imam, 2003. Pendidikan Kewarganegaraan
dan Cita-cita Menuju Masyarakat Madani. Yogyakarta : LABDA.
Suito, Deny. 2006. Membangun
Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta.
Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani:
Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang
Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.
Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari
Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.
Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi
Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung.
Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan
Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum
Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Prenada Media: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar