Kamis, 11 April 2013

FILSAFAT aaLAM SEBAGAI SIKAP DEMITOLOGI

















BAB I
PENDAHULUAN


Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan, bahwa segala sesuatunya harus di terima sebagai suatu kebenaran yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran lewat akal pikir (logos) tidak berlaku, yang berlaku hanya satu kebenaran yang bersumber pada mitos (dongeng – dongeng).
Setelah pada abad ke-6 sm muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tentang misteri alam semesta ini, jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan kemudian banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni. Maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle, yang nantinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia. Dengan munculnya ahli pikir inilah maka kedudukan mitos digeser oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Zaman Yunani kuno di pandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide – ide atau pendapatnaya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi – mitologi.
Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern, dan sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa, beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales, Anaximandros, Amaximenes, dan lain-lain.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Filsafat Alam Sebagai Sikap Demitologi” yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT ALAM SEBAGAI SIKAP DEMITOLOGI

A.      Sejarah Munculnya Filsafat Alam
Periode Yunani Kuno lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada periode ini di tandai dengan munculnya para ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya. Mereka membuat pernyataan-pernyataan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.[1]
Para pemikir filsafat Yunani yang terletak di pesisir Asia kecil. Mereka kagum terhadap alam yang penuh nuansa dan ritue dan berusaha mencari jawaban atas apa yang ada di belakang semua misteri itu.
Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan melalui poemikirannya. Mereka menanyakan dan mencari jawaban: apakah sebetulnya alam ini. Apakah inti sarinya? Mungkin yang beraneka warna dalam alam ini dapat dipulangkan kepada yang satu atau yang tidak banyak itu.[2]
Filsafat Yunani muncul dari pengaruh mitologi, mistisme, matematika, dan persepsi yang kental. Para Filsuf Yunani awal menemukan dirinya dalam kenyataan yang patut di tiru. Kebudayaan mereka kaya akan kreatif, namun dikelilingi oleh orang – orang yang sportif dan kompotitif.[3]
Filosofi Grik yang pertama tidak lahir di Tanah Airnya sendiri, melainkan ditanah perantauan di Asia Minor. Negeri Tanahnya tanah pegunungan; sepanjang daratan dilalui oleh bukit barisan. Teluk yang banyak, yang jadi perhiasan pantainya, jauh pula menjorok ke dalam negeri. Oleh karena itu tidak seberapa luas tanah yang tinggal tempat kediaman orang. Segala tenpat kemudian itupun terpisah – pisah pula. Sebab itu banyak rakyat Grik yang terpaksa merantau ketanah asing dan mendirikan negeri baru disana. Berangsur – angsir ,ereka menduduki pulau – pulau yang berdekatan dengan laut Egia, dan mendiami daratan dipantai Asia Minor. Rakyat Grik dahulu kala jadi tukang perantau karena keadaaan negerinya.
Mereka yang merantau itu makmur hidupnya. Mereka hidup dari perniagaan dan pelayaran. Kemakmuran itu memberi kelonggaran bagi mereka untuk mengerjakan yang lain-lain selain daripada mencari penghidupan. Waktu yang terluang dipergunakannya untuk memperkuat kemuliaan hidup dengan seni dan buah pikiran.
Itulah sebabnya, maka literatur dan filosofi Yunani yang mula-mula lahir di daerah perantauan itu. Yang sangat kesohor dan makmur di waktu itu ialah kota Miletos di Asia Minor. Puncak kemakmurannya terdapat di abad yang ke enam sebelum Isa. Di sanalah pula tempat kediaman filosof-filosof Grik yang pertama sebagai Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Mereka disebut filosof alam, sebab tujuan filosofi mereka ialah memikirkan soal alam besar. Dari mana terjadinya alam, itulah yang terjadi soal bagi mereka.[4]

B.       Para Filosof Alam Beserta Pemikirannya
Berikut ini akan dijelaskan para filosof alam beserta pemikira-pemikiranya yang berkenaan dengan alam semesta:
1.        Thales ( 625 – 545 SM )
Nama Thales muncul atas penuturan sejarawan Herodotus pada abad ke-5 SM. Thales sebagai salah satu dari tujuh orang bijaksana (Seven Wise Men of Greece), Aristoteles memberikan gelar The Father Of Philosohy  juga menjadi penasihat teknis ke-12 kota Ionia. Salah satu jasanya yang besar adalah meramal gerhana matahari pada tahun 585 SM. [5]
Thales mengembangkan filsafat dalam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat dasar, dan struktur komposisi alam semesta. Menurut pendapatnya, semua yang berasal dari air sebagai materi dasar kosmis. Sebagai ilmuwan pada masa itu ia mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika.
Ia juga mengembangkan astronomi dan matematika dengan mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, dan bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki sama besarnya. Dengan demikian, Thales merupakan ahli matematika yang pertama dan juga sebagai the father of deductive reasoning ( bapak penalaran deduktif ).[6]
Sebagai seorang pesisir dapat ia melihat setiap hari, betapa air laut menjadi sumber hidup. Dan di Mesir dilihatnaya dengan mata kepalanya, betapa nasib rakyat di sana bergantung kepada air sungai Nil. Air sungai Nil itulah yang menyuburkan tanah sepanjang alirannya, sehingga dapat di diami oleh manusia. Jika tak ada sungai Nil itu yang melimpahkan airnya sewaktu – waktu ke darat, negeri Mesir kembali menjadi padang pasir.
Sebagai seorang saudagar pelayar Thales melihat pula kemegahan air laut, yang menjadikan ia ta’jub. Sewaktu-waktu air laut itu menggulung dan menghanyutkan. Ia memusnahkan serta menghidupkan. Disini dihapuskannya segala yang hidup.[7]
Dari pendapat itu kita artikan bahwa apa yang di sebut sebagai arche (asas pertama dari alam semesta)  adalah air. Katanya, semua berasal dari air, dan semuanya kembali menjadi air. Bahwa bumi terletak di atas air, dan bumi merupakan bahan yang muncul dari air dan terapung di atasnya.[8]

2.        Anaximandros ( 610 – 547 )
Anaximandros adalah salah satu murid Thales. Anaximandros adalah seorang ahli astronomi dan ilmu bumi. Ia mempunyai prinsip dasar alam memang tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagaimana yang di katakan gurunya. Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut apeiron.
Apeiron adalah zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan apapun. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya dengan panca indera kita. Adalah barang yang mempunyai akhir, yang berhingga. Oleh karena itu barang asal, yang tidak berhingga, dan tiada berkeputusan, mustahil salah satu dari barang yang berakhir itu.
Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Dimana bermula yang dingin, disana bermula yang panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang terang oleh yang gelap. Dan bagaimana yang terbatas itu akan dapat memberikan sifat kepada yang tidak berkeputusan.[9]
Segala yang tampak dan terasa, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan panca indera kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul (jadi), hidup, mati, dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa, yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain.  Yang cair menjadi beku dan sebaliknya. Semuanya itu terjadi dari ada Apeiron dan kembali pula kepada Apeiron.
Jika kita melihat sifat – sifat yang di berikan oleh Anaximandros tentang Apeiron yaitu sebagai zat / sesuatu yang tak terhingga, tak terbatas, tak dapat di serupakan dengan alam, maka barang kali yang di maksud dengan Apeiron adalah Tuhan.[10]

3.        Anaximenes ( 590 – 548 )
Anaximander mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirinya. Anaximenes mengatakan itu udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan, demikian alasannya. Pembicaraan ketiga filosof ini saja telah memperlihatkan bahwa di dalam filsafat dapat terdapat lebih dari satu kebenaran tentang satu persoalan. Sebabnya ialah bukti kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan,  bukan terletak pada kongklusi. Persoaalan inilah yang akan dikembangkan dalam filsafat sofisme.[11]
Anaximenes  mengatakan, bahwa intisari alam atau dasarnya pertama ialah udara, karena udaralah yang meliputi seluruh alam serta udara pulalah yang menjadi dasar hidup bagi manusia yang amat di perlukan oleh nafasnya.[12]
Aniximenes yang mencari asal alam, belum memperhatikan benar soal jiwa dalam penghidupan masyarakat. Kepentingan jiwa itu tampak olehnya dalam perhubungan alam besar saja. Jiwa itu menyusun tubuh manusia jadi satu dan menjaga supaya tubuh itu jangan gugur dan bercerai – berai. Juga alam besar itu ada karena udara. Udaralah yang jadi dasar hidupnya. Kalau tak ada udara, gugurlah semuanya itu. Makro kosmos (alam) dan Mikro kosmos (manusia) pada dasarnya satu rupa.
Menurut pendapat Anaximenes udara itu benda, materi. Tetapi walaupun dasar hidup dipandangnya sebagai benda, ia membedakan juga yang hidup dengan yang mati. Badan mati, karena menghembuskan jiwa itu keluar. Yang mati tidak berjiwa.[13]

BAB III
PENUTUP


Filsafat Yunani kuno biasa disebut dengan filsafat alam, karena pada periode tersebut ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, dimana arah dan pusat pemikirannya kepada apa yang mereka amati disekitarnya.
Thales memiliki pemikiran “semuanya itu air” yaitu asalnya dari air dan berakhirpun ke air, ia berpendapat demikian karena ia hidup dipesisir laut dan ketika ia kemesir, ia melihat penduduk mesir sangat mengandalkan air Sungai Nil, jadi  air adalah pangkal dari awal mulanya dan kembali ke air.
Anaximandros memiliki pemikiran “barang asal itu tidak berhingga dan tidak berkeputusan” yang ia sebut “Apeiron”. Apeiron itu tidak dapat dirupakan dan tak ada persamaannya dengan salah satu barang yang kelihatan didunia ini.
. Sedangkan Anaximenes memiliki pemikiran yaitu “udara” karena udara yang memalut dunia ini, menjadi sebab segala yang hidup. Jika tak ada udara itu, tak ada yang hidup. Ia berfikir seperti itu mungkin terpengaruh oleh ajaran Anaximandros bahasa “jiwa itu serupa dengan udara”.







DAFTAR PUSTAKA



Achmadi,Asmoro. 2005, Filsafat Umum. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Syadali,Ahmad. 2004, Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia

Adib,Muhammad. 2010, Filsafat Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bertens,K. 1998, Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius

Poedjawijatna. 1990, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta

Hatta Mohammad. 1986, Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Tintamas

Tafsir Ahmad. 2010, Filsafat Umum. Bandung: Rosdakarya

DAFTAR ISI



Kata Pengantar....................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan................................................................................................ 1
Bab II Pembahasan: Filsafat Alam Sebagai Sikap Demitologi.............................. 2
A.    Sejarah Munculnya Filsafat Alam.............................................................. 2
B.     Para Filosof Alam Beserta Pemikirannya.................................................. 3
Bab III Penutup..................................................................................................... 7
Daftar Pustaka....................................................................................................... 8


ii
 
 


[1] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum ( Jakarta:PT. RAJA GRAFINDO PERSADA, 2005 ), hal.32-33.
[2] Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat ( jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1990 ), hal.22.
[3] Muhammad Adib, Filsafat Ilmu ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 ), hal. 26 – 27 .
[4] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani ( Jakarta: Tintamas, 1986 ), hal.5.
[5] Bertens, Sejarah Filsafat Yunani ( Yogyakarta: Kanisius, 1975 ), hal.26.
[6] Ahmadi Asmoro, Filsafat Umum ( Jakarta: PT.RAJAGRAFINDO PERSADA, 2005 ), hal. 33 – 34.
[7]Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani,….. hal.7.
[8] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,....... hal.34.
[9] Ahmad Syadali, Filsafat Umum ( Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, 2004 ), hal.43.
[10] Ahmad Syadali, Filsafat Umum,..... hal.43 – 44.
[11] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung: Rosdakarya, 2010 ),hal.48.
[12] Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990 ), hal.23.
[13] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani,…… hal.13.

3 komentar:

  1. Smoga berhasil ya kak....
    be a good writer :)

    BalasHapus
  2. ok thanks pak syafii n marisa. oy pak komenlah klw ad tulisanya atau isi makalahnya salah!!!

    BalasHapus