BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi Massa (Mass Communication)
adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar,
majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga
atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
tersebar dibanyak tempat. Salah satu teori efek komunikasi massa adalah teori
agenda setting
Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan
dan berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan
perhatian pada issue tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki
pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang
hal-hal yang diberitakan dan menerima susunan prioritas yang diberikan media
massa terhadap isu-isu yang berbeda. Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan yang
ditujukan kepada penelitian komunikasi massa yang menganggap media massa memiliki
efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses
belajar dan bukan dengan perubahan sikap atau pendapat.
Studi empiris terhadap komunikasi massa telah mengkonfirmasikan bahwa efek
yang cenderung terjadi adalah dalam hal informasi. Teori agenda-setting
menawarkan suatu cara untuk menghubungkan temuan ini dengan
kemungkinan terjadinya efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang
ditawarkan adalah suatu fungsi belajar dari media massa. Orang belajar mengenai
isu-isu apa dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat
kepentingannya.
kemungkinan terjadinya efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang
ditawarkan adalah suatu fungsi belajar dari media massa. Orang belajar mengenai
isu-isu apa dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat
kepentingannya.
Berdasarkan uraian di atas kami akan membahas lebih rinci lagi mengenai Teori Agenda Setting pada bab
selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI AGENDA SETTING
PEMBAHASAN
TEORI AGENDA SETTING
A.
Pengertian Teori Agenda Setting
Teori Penentuan Agenda (bahasa
Inggris: Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media
massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa
untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda
publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu
yang dianggap penting oleh media massa.
Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada
konsep “The World Outside and the Picture
in our head”, penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw
ketika mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan antara
lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan
kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang
konvensional, belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting
dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas sosial
kita, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menonjolkan
berita.
Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain
melalui media, meraka juga belajar sejauh mana pentingnya suatu isu atau topik
dari penegasan yang diberikan oleh media massa. Misalnya, dalam merenungkan apa
yang diucapkan kandidat selama kampanye, media massa tampaknya menentukan
isu-isu yang penting. Dengan kata lain, media menetukan “acara” (agenda)
kampanye. Dampak media massa, kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di
antara individu-individu, telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari
komunikasi massa. Disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting,
kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita. Tapi yang jelas Agenda
Setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi massa.
Mereka menuliskan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan
hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar
arti penting diberikan kepada suatu isu atau topik dari cara media massa
memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa
yang dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu, media massa terlihat
menentukan mana topik yang penting. Dengan kata lain, media massa menetapkan
'agenda' kampanye tersebut. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif
individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam
hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika para calon pemilih dapat diyakinkan
akan pentingnya suatu isu maka mereka akan memilih kandidat atau partai yang
diproyeksikan paling berkompeten dalam menangani isu tersebut.
McCombs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media dapat
terlihat dari aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan media
terebut. Mereka melihat posisi pemberitaan dan panjangnya berita sebagai faktor
yang ditonjolkan oleh redaksi. Untuk surat kabar, headline pada halaman depan,
tiga kolom di berita halaman dalam, serta editorial, dilihat sebagai bukti yang
cukup kuat bahwa hal tersebut menjadi fokus utama surat kabar tersebut. Dalam
majalah, fokus utama terlihat dari bahasan utama majalah tersebut. Sementara
dalam berita televisi dapat dilihat dari tayangan spot berita pertama hingga
berita ketiga, dan biasanya disertai dengan sesi tanya jawab atau dialog
setelah sesi pemberitaan.
Sedangkan dalam mengukur agenda publik, McCombs dan Shaw melihat dari isu
apa yang didapatkan dari kampanye tersebut. Temuannya adalah, ternyata ada
kesamaan antara isu yang dibicarakan atau dianggap penting oleh publik atau
pemilih tadi, dengan isu yang ditonjolkan oleh pemberitaan media massa.
McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik atau masyarakat.
McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik atau masyarakat.
Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa
korelasi belum tentu juga kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa
hanyalah sebagai cerminan terhadap apa-apa yang memang sudah dianggap penting
oleh masyarakat. Meskipun demikian, kritikan ini dapat dipatahkan dengan asumsi
bahwa pekerja media biasanya memang lebih dahulu mengetahui suatu isu dibandingkan
dengan masyarakat umum.
Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri untuk menjadi berita. Artinya
ada pihak-pihak tertentu yang menentukan mana yang menjadi berita dan mana yang
bukan berita.
Setelah tahun 1990an, banyak penelitian yang menggunakan teori
agenda-setting makin menegaskan kekuatan media massa dalam mempengaruhi benak
khalayaknya. Media massa mampu membuat beberapa isu menjadi lebih penting dari
yang lainnya. Media mampu mempengaruhi tentang apa saja yang perlu kita
pikirkan. Lebih dari itu, kini media massa juga dipercaya mampu mempengaruhi
bagaimana cara kita berpikir. Para ilmuwan menyebutnya sebagai framing.
McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting, bahwa “the media may not only tell us what to think about, they also may tell us how and what to think about it, and perhaps even what to do about it” (McCombs, 1997).
McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting, bahwa “the media may not only tell us what to think about, they also may tell us how and what to think about it, and perhaps even what to do about it” (McCombs, 1997).
B.
Asumsi-Asumsi Teori Agenda Setting
Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu
peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi
masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat,
terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat. Khalayak tidak hanya mempelajai isu-isu pemberitaan,
tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu
atau topik berdasarkan cara media massa memberikan penekanan terhadap isu atau
topik tersebut. Media massa mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan
mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu.
Asumsi agenda-setting ini mempunyai kelebihan karena mudah dipahami dan relatif
mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antaraberbagai topik yang dimuat
media massa, topik yang mendapat perhatian lebih banyak dari media massa akan
menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode
waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat
perhatian media. Perkiraan ini dapat diuji dengan membandingkan hasil dari
analisis isi media secara kuantitatif dengan perubahan pada pendapat umum yang
diukur melalui survei pada dua (atau lebih) waktu yang berbeda. Teori ini
menyatakan bahwa media massa merupakan pusat penentuan kebenaran dengan
kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan
informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta
perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. Dua asumsi
dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
(1)
Masyarakat pers dan
mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu.
(2)
Konsentrasi media
massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu
yang lebih penting dari pada isu-isu lain.
Salah satu aspek yang paling penting dalam konsep penentuan agenda adalah
peran fenomena komunikasi massa, berbagai media massa memiliki penentuan agenda
yang potensial berbeda termasuk intervensi dari pemodal.
Ide dasar pendekatan Agenda Setting seperti yang sering dikemukakan Bernard Cohen (1963) adalah bahwa “pers lebih dari pada sekadar pemberi informasi dan opini. Pers mungkin saja kurang berhasil mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi pers sangat berhasil mendorong pembacanya untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan”.
Ide dasar pendekatan Agenda Setting seperti yang sering dikemukakan Bernard Cohen (1963) adalah bahwa “pers lebih dari pada sekadar pemberi informasi dan opini. Pers mungkin saja kurang berhasil mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi pers sangat berhasil mendorong pembacanya untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan”.
Dalam studi pendahuluan tentang Agenda Setting, McCombs dan Shaw (1972)
menunjukkan hubungan di antara beberapa surat kabar tertentu dan pembacanya
dalam isu-isu yang dianggap penting oleh media dan publik. Jenjang pentingnya
isu publik ini disebut sebagai salience. Akan tetapi, studi ini sendiri
bukanlah Agenda Setting seperti yang kita maksudkan, karena arah penyebabnya
tidaklah jelas. Baik media ataupun publik bisa saja menimbulkan kesepakatan tentang
jenjang isu-isu publik.
Selain itu, studi pendahuluan ini masih berupa suatu perbandingan umum,
bukan perbandingan individual, seperti yang ditetapkan dalam hipotesis Agenda
Setting ini. McCombs dan Shaw (1972) mengakui keterbatasan ini dalam studinya
dan mengungkapkan bahwa “penelitian-penelitian lain harus meninggalkan konteks
sosial yang umum dan memakai konteks psikologi sosial yang lebih spesifik”.
Sayang sekali saran ini tidak sepenuhnya diikuti dalam hampir seluruh
penelitian agenda setting yang dilakukan kemudian (Becker, 1982).
Di pihak lain, studi-studi berikutnya tentang Agenda Setting berhasil menetapkan urutan waktu dan arah penyebab. Dalam kondisi tertentu, peneliti menunjukkan bahwa media massa benar-benar dapat menentukan agenda bagi khalayak yang spesifik, paling tidak pada suatu tingkat agregatif (cf. Shaw dan McCombs, 1977).
McLeod et al. (1974) membandingkan agenda pembaca-pembaca sebuah surat kabar dengan pembaca-pembaca surat kabar lain di Madison, Wisconsin. Dari pengamatan ini ia dapat menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu ada perbedaan di antara keduanya.
Di pihak lain, studi-studi berikutnya tentang Agenda Setting berhasil menetapkan urutan waktu dan arah penyebab. Dalam kondisi tertentu, peneliti menunjukkan bahwa media massa benar-benar dapat menentukan agenda bagi khalayak yang spesifik, paling tidak pada suatu tingkat agregatif (cf. Shaw dan McCombs, 1977).
McLeod et al. (1974) membandingkan agenda pembaca-pembaca sebuah surat kabar dengan pembaca-pembaca surat kabar lain di Madison, Wisconsin. Dari pengamatan ini ia dapat menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu ada perbedaan di antara keduanya.
Dalam pemberian suara, media ternyata tidak menunjukkan efek pada pemilih
muda, yang baru pertama kali memberikan suaranya dan hanya sedikit mempengaruhi
pemilih yang lebih tua. Pembagian lebih lanjut kelompok pemilih muda ini
menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil menunjukkan bahwa mereka yang
memiliki predisposisi partisan akan lebih dipengaruhi oleh agenda media. Akan
tetapi, keterbatasan besar yang dihadapi penelitian ini disebabkan oleh liputan
isu-isu publik surat kabar-surat kabar itu hampir sama.
Dalam suatu studi yang dilakukan pada orang-orang yang menonton dan tidak menonton perdebatan calon-calon presiden Amerika Serikat pada tahun 1976, peneliti dapat menunjukkan perbedaan dalam penentuan agenda di kalangan segmen-¬segmen khalayak yang spesifik. Di samping itu, ditunjukkan pula bahwa waktu memainkan peranan penting dalam proses tersebut (Becker et al., 1979; McLeod et al., 1979).
Dalam suatu studi yang dilakukan pada orang-orang yang menonton dan tidak menonton perdebatan calon-calon presiden Amerika Serikat pada tahun 1976, peneliti dapat menunjukkan perbedaan dalam penentuan agenda di kalangan segmen-¬segmen khalayak yang spesifik. Di samping itu, ditunjukkan pula bahwa waktu memainkan peranan penting dalam proses tersebut (Becker et al., 1979; McLeod et al., 1979).
Sebagai perbandingan, suatu studi Agenda Setting surat kabar dan televisi
di Barquisimeto, Venezuela oleh Chaffee dan Izcaray (1975) menunjukkan tiadanya
efek yang diharapkan. Penggunaan media massa oleh responden kedua peneliti ini
tidak mengarah pada meningkatnya salience untuk isu-isu yang menerima liputan
media yang besar. Di sini tampak bahwa posisi sosial ekonomi responden
memainkan peranan dalam menentukan kepentingan relatif beberapa isu publik.
Studi-studi ini menunjukkan bahwa agenda setting oleh media massa dapat
terjadi dalam beberapa kondisi. Akan tetapi, kondisi yang berlaku di negara
industri dan di negara sedang berkembang mungkin berbeda. Riset tentang agenda
setting oleh media di negara-negara Dunia Ketiga masih perlu dilakukan, karena
kebanyakan studi tentang agenda setting yang ada telah dilakukan di Eropa dan
Amerika Serikat.
C.
Dimensi Teori Agenda Setting
Teori agenda setting memiliki tiga dimensi utama yang dikemukakan oleh Mannhem
(Severin dan Tankard, Jr : 1992)
1.
Agenda media
a.
Visibility (visibilitas), jumlah dan tingkat
menonjolnya berita.
b.
Audience Salience
(tingkat menonjol bagi khalayak), relevansi isi berita dengan kebutuhan
khalayak.
c.
Valence (valensi), menyenangkan atau tidak
menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.
2.
Agenda Khalayak
a.
Familiarty (keakraban), derajat kesadaran khalayak
akan topik tertentu.
b.
Personal salience (penonjolan pribadi),
relevansi kepentingan individu dengan ciri pribadi.
c.
Favorability
(kesenangan), pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita.
3.
Agenda Kebijakan
a.
Support (dukungan), kegiatan menyenangkan bagi
posisi berita tertentu.
b.
Likehood of action (kemungkinan kegiatan),
kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan.
c.
Freedom of action (kebebasan
bertindak), nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.
D.
Kelemahan Teori Agenda Setting
Skandal Century yang pernah terjadi, beritanya tidak menjadi topik utama
di semua media massa. Hanya beberapa media saja yang menjadikannya headline. Itu terjadi karena tidak
sesuai dengan selera publik. Di sinilah kelemahan dari teori agenda setting.
Ketika mulai masuk ke selera publik maka teori yang lebih relevan untuk
melihatnya adalah Uses dan Gratification. Teori ini
mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan media
untuk pemuas kebutuhannya.
Dalam memenuhi kebutuhan secara psikologis dan sosial, audiens menjadi
tergantung pada media massa. Audiens memperlakukan media sebagai sumber
informasi bagi pengetahuan mengenai perkembangan kasus Century. Karena itu,
media pun bersedia menayangkan Sidang Pansus Century secara live. Media mencoba
memberikan apa yang dibutuhkan oleh audiens sehingga memberikan efek dalam
ranah afektif audiens. Salah satunya adalah meningkat dan menurunnya dukungan
moral terhadap skandal Century yang sedang dalam penyelesaian.
Bernard C. Cohen (1963) mengatakan bahwa pers mungkin tidak berhasil
banyak pada saat menceritakan orang-orang yang berpikir, tetapi berhasil
mengalihkan para pemirsa dalam berpikir tentang apa. Ini termasuk dalam
kelebihan dari teori agenda setting sementara yang lainnya adalah memiliki
asumsi bahwa suatu berita mudah dipahami dan mudah untuk diuji. Dari kelemahan
dan kelebihan yang dimiliki teori agenda setting tentu ada saja dampak negatif
dan positifnya.
BAB III
PENUTUP
Teori
agenda setting adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan
pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen
yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan
kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh
media massa.
Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda
adalah:
1.
Masyarakat pers dan
mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu.
2.
Konsentrasi media
massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu
yang lebih penting dari pada isu-isu lain.
Teori agenda setting memiliki tiga dimensi utama yang dikemukakan oleh Mannhem
(Severin dan Tankard, Jr : 1992):
1.
Agenda media
2.
Agenda Khalayak
3.
Agenda Kebijakan
Dalam teori agenda setting, audiens bersifat pasif sehingga tidak bisa
mengontrol efek yang menimpanya. Agar tidak terjadi kesalahan dalam perolehan
informasi maka perlu untuk melek media atau Literacy Media. James Potter dalam
bukunya yang berjudul “Media Literacy” (Potter, 2001) mengatakan bahwa media
Literacy adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika individu
mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media.
DAFTAR PUSTAKA
Cached - Similar - Block all teddykw1.wordpress.com
results
Dilla, S. 2007. Komunikasi
Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Simbiosa. Bandung
Teddykw1.wordpress.com/.../teori-penentuan-agenda-agenda-setting-theory/
Ungin, B. 2007. Sosiologi
Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.
Kencana. Jakarta
West, Richard. 2007. Pengantar
Teori Komunikasi Analisis Dan Amplikasi. Penerbit Salemba Humanika:
Jakarta.
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar................................................................................................. ..... i
Daftar
Isi.......................................................................................................... .... ii
Bab I Pendahuluan........................................................................................... .... 1
Bab II Pembahasan: Teori Agenda Setting...................................................... .... 2
A.
Pengertian Teori Agenda Setting.......................................................... .... 2
B.
Asumsi-Asumsi Teori
Agenda Setting................................................. .... 4
C.
Dimensi Teori Agenda
Setting............................................................. .... 7
D.
Kelemahan Teori Agenda
Setting......................................................... .... 8
Bab III Penutup................................................................................................ .... 9
Daftar Pustaka.................................................................................................. .. 10
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar