BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Pemikiran
Pembahasan ilmu kalam sebagai hasil pengembangan masalah
keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima
sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa
yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya
kepada Nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi
wafat. Nabi tempat bertanya sudah tidak ada. Pada waktu itu pengetahuan dan
budaya umat semakin berkembang pesat karena terjadi persentuhan dengan berbagai
umat dan budaya yang lebih maju.
Penganut Islam sudah beragam dan sebagiannya telah menganut
agama lain dan memiliki kebudayaan lama. Hal-hal yang diterima secara imānī
mulai dipertanyakan dan dianalisa.
Al-Syahrastānī menyebutkan beberapa prinsip yang merupakan dasar bagi
pembagian aliran teologi dalam Islam. Di antara prinsip fundamental yang
dibahas dalam ‘ilmu al-kalām yakni berkenaan dengan qadar dan keadilan Tuhan.
Ketika ulama kalam membicarakan masalah qada’ dan qadar, dan hal itu mendorong
mereka untuk membicarakan asas taklif, pahala dan siksa, mereka pun berselisih
dalam menentukan fungsi perbuatan manusia.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang aliran Jabariyah
dan Qadaraiyah secara lebih rinci lagi pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
(Jabariyah dan Qadariyah)
A.
Jabariyah
1.
Pengertian
Paham Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata Arab jabara yang berarti alzama hu
bi fi’lih, yaitu berkewajiban atau terpaksa dalam pekerjaannya. Manusia
tidak mempunyai kemampuan dan kebebasan untuk melakukan sesuatu atau
meninggalkan suatu perbuatan. Sebaliknya ia terpaksa melakukan kehendak atau
perbuatannya sebagaimana telah ditetapkan Tuhan sejak zaman azali. Dalam
filsafat Barat aliran ini desebut Fatalism
atau Predestination.
Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang
berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi
adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya.
Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut
mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.
2.
Doktrin
Jabariyah
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian,
kelompok ekstrim dan moderat.
Di antara totoh-tokoh Jabariyah ekstrim ialah sebagai berikut:
a.
Jahm bin Shufwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai
berikut:
1)
Manusia tidak mampu
untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri,
dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih
terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman,
kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan(nafyu as-sifat), dan melihat Tuhan di
akhirat.
2)
Surga dan neraka tidak
kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
3)
Iman adalah ma’rifat
atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman
yang diajukan kaum Murji’ah.
4)
Kalam Tuhan adalah
makhluq. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitupula Tuhan tidak dapat dilihat
dengan indera mata di akhirat kelak.
b.
Ja’d bin Dirham
Doktrin pokok Ja’d
secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby Menjelaskannya sebagai berikut
:
1)
Al-Quran itu adalah
makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat
disifatkan kepada Allah.
2)
Allah tidak mempunyai
sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
3)
Manusia terpaksa oleh
Allah dalam segala-galanya.
Yang termasuk tokoh
Jabariyah Moderat adalah sebagai berikut:
a.
An-Najjar
Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
1)
Tuhan menciptakan
segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari.
Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi seperti wayang
yang gerakannya tergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam
diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2)
Tuhan tidak dapat
dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja
memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat
Tuhan.
b.
Adh-Ddirar
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar,
yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia
mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa
dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dirrar mengatakan bahwa satu
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan
manusia tidak hanya berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dirrar mengatakan bahwa
Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga berpendapat bahwa
hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad tidak dapat
dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
B.
Qadariyah
1.
Penegrtian
Qadariyah
Istilah Qadariyah mengandung dua arti: pertama, orang-orang yang memandang manusia berkuasa atas
perbuatannya dan bebas untuk berbuat. Dalam arti ini Qadariyah berasal dari
kata qadara artinya berkuasa. Kedua,
orang-orang yang memandang nasib manusia telah ditentukan aleh azal. Dengan
demikian, qadara di sini berarti
menentukan, yaitu ketentuan Tuhan atau nasib.
Qadariyah adalah satu aliran dalam teologi Islam yang
berpendirian bahwa manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan
perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri intuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah
atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
2.
Doktrin Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin
Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah
yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri
pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan
dayanya sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa doktrin
Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendakya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakuakan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang ia lakukan dan juga behak pula memperoleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuat.
Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam
pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham
mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam
perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah
ditentukan sejak azali terhdap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu
adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alan semesta beserta seluruh
isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-quran sunnatullah.
BAB III
PENUTUP
Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang
berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi
adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya.
Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut
mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.
Jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian, kelompok ekstrim dan
moderat. Di antara totoh-tokoh Jabariyah ekstrim
ialah sebagai berikut adalah: Jahm bin Shufwan, Ja’d bin Dirham dan An-Najjar.
Qadariyah merupakan satu aliran dalam teologi Islam yang berpendirian bahwa
manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan
hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri intuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
Doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala
tingkah laku manusia dilakukan atas kehendakya sendiri. Manusia mempunyai
kewenangan
untuk melakuakan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan yang ia lakukan dan juga behak pula memperoleh hukuman atas kejahatan
yang diperbuat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kosmaext2010.com/jabariyah-dan-qadariyah-makalah-ilmu-kalam.php Diakses Tanggal 27 April 2012. Pukul 8:13.
http://islamadalahrahmah.blogspot.com/2011/02/jabariyah-dan-qadariyah-pemikiran-dan.html Diakses Tanggal 27 April 2012. Pukul 8:15
http://www.imammurtaqi.com/2012/04/jabariyah-dan-qadariyah.html Diakses Tanggal 27 April 2012. Pukul 08:52
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
A.
Latar
Belakang Pemikiran.....................................................................
BAB II PEMBAHASAN (Jabariyah
dan Qadariyah).......................................
A.
Jabariyah
.................................................................................................
1.
Pengertian
Paham Jabariyah..........................................................
2.
Doktrin
Jabariyah............................................................................
B.
Qadariyah.................................................................................................
1.
Penegrtian
Qadariyah......................................................................
2.
Doktrin Qadariyah...........................................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar