Kamis, 11 April 2013

MAkalah Jabariyah dan Qadariyah










BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Pemikiran
Pembahasan ilmu kalam sebagai hasil pengembangan masalah keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya kepada Nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi wafat. Nabi tempat bertanya sudah tidak ada. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat semakin berkembang pesat karena terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan budaya yang lebih maju.
Penganut Islam sudah beragam dan sebagiannya telah menganut agama lain dan memiliki kebudayaan lama. Hal-hal yang diterima secara imānī mulai dipertanyakan dan dianalisa.  Al-Syahrastānī menyebutkan beberapa prinsip yang merupakan dasar bagi pembagian aliran teologi dalam Islam. Di antara prinsip fundamental yang dibahas dalam ‘ilmu al-kalām yakni berkenaan dengan qadar dan keadilan Tuhan. Ketika ulama kalam membicarakan masalah qada’ dan qadar, dan hal itu mendorong mereka untuk membicarakan asas taklif, pahala dan siksa, mereka pun berselisih dalam menentukan fungsi perbuatan manusia.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang aliran Jabariyah dan Qadaraiyah secara lebih rinci lagi pada bab selanjutnya.



BAB II
PEMBAHASAN
(Jabariyah dan Qadariyah)

A.      Jabariyah
1.        Pengertian Paham Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata Arab jabara yang berarti alzama hu bi fi’lih, yaitu berkewajiban atau terpaksa dalam pekerjaannya. Manusia tidak mempunyai kemampuan dan kebebasan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan suatu perbuatan. Sebaliknya ia terpaksa melakukan kehendak atau perbuatannya sebagaimana telah ditetapkan Tuhan sejak zaman azali. Dalam filsafat Barat aliran ini desebut Fatalism atau Predestination.
Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.

2.        Doktrin Jabariyah
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian, kelompok ekstrim dan moderat.
Di antara totoh-tokoh Jabariyah ekstrim ialah sebagai berikut:
a.        Jahm bin Shufwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:
1)        Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan(nafyu as-sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.
2)        Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
3)        Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murji’ah.
4)        Kalam Tuhan adalah makhluq. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitupula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.

b.        Ja’d bin Dirham
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby Menjelaskannya sebagai berikut :
1)        Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.
2)        Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
3)        Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Yang termasuk tokoh Jabariyah Moderat adalah sebagai berikut:
a.        An-Najjar
Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
1)        Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2)        Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

b.        Adh-Ddirar
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dirrar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dirrar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.


B.       Qadariyah
1.        Penegrtian Qadariyah
Istilah Qadariyah mengandung dua arti: pertama, orang-orang yang memandang manusia berkuasa atas perbuatannya dan bebas untuk berbuat. Dalam arti ini Qadariyah berasal dari kata qadara artinya berkuasa. Kedua, orang-orang yang memandang nasib manusia telah ditentukan aleh azal. Dengan demikian, qadara di sini berarti menentukan, yaitu ketentuan Tuhan atau nasib.
Qadariyah adalah satu aliran dalam teologi Islam yang berpendirian bahwa manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri intuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

2.        Doktrin Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendakya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakuakan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang ia lakukan dan juga behak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuat.
Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhdap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alan semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-quran sunnatullah.




BAB III
PENUTUP


Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.
Jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian, kelompok ekstrim dan moderat. Di antara totoh-tokoh Jabariyah ekstrim ialah sebagai berikut adalah: Jahm bin Shufwan, Ja’d bin Dirham dan An-Najjar.
Qadariyah merupakan satu aliran dalam teologi Islam yang berpendirian bahwa manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri intuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendakya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakuakan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang ia lakukan dan juga behak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuat.



DAFTAR PUSTAKA



http://www.imammurtaqi.com/2012/04/jabariyah-dan-qadariyah.html Diakses Tanggal 27 April 2012. Pukul 08:52



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
A.       Latar Belakang Pemikiran.....................................................................

BAB II PEMBAHASAN (Jabariyah dan Qadariyah).......................................
A.       Jabariyah .................................................................................................
1.        Pengertian Paham Jabariyah..........................................................
2.        Doktrin Jabariyah............................................................................
B.     Qadariyah.................................................................................................
1.        Penegrtian Qadariyah......................................................................
2.        Doktrin Qadariyah...........................................................................

BAB III PENUTUP...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................



ii
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar